Google

2.15.2006

Bab 2 - Prinsip-Prinsip Pertarakan Daniel

Kehidupan Yang Disucikan – Bab 2

Prinsip-Prinsip Pertarakan Daniel

Nabi Daniel adalah sebuah karakter yang sangat terkenal. Dia adalah sebuah teladan yang cemerlang dari apa yang dapat dicapai oleh manusia bila bersatu dengan TUHAN kebijaksanaan. Sebuah cerita singkat tentang kehidupan orang kudus Allah ini dicatat untuk menjadi dorongan bagi orang-orang yang dipanggil untuk menghadapi pengodaan dan pencobaan di kemudian hari.

Ketika bangsa Israel, raja-raja mereka, para bangsawan, dan imam-imam dibawa ke penawanan, empat dari mereka dipilih untuk melayani di dalam istana raja Babilon. Salah satu dari mereka adalah Daniel, yang diberkati dengan perkembangan kemampuan yang luar biasa pada tahun-tahun berikutnya. Orang-orang muda ini seperti keturunan para bangsawan, dan digambarkan sebagai “orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak, dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu” (Daniel 1:4). Menyadari bakat-bakat unggul dari tawanan-tawanan muda ini, Raja Nebukadnezar bertekad mempersiapkan mereka untuk mengisi jabatan-jabatan penting di dalam kerajaannya. Agar mereka sepenuhnya memenuhi persyaratan untuk mengabdi di istana, menurut kebiasaan Timur, mereka diajarkan bahasa Kasdim, dan mengikuti kuliah selama tiga tahun melalui rangkaian disiplin jasmani dan intelektual yang seksama.

Pemuda di sekolah ini dilatih bukan hanya untuk diterima di istana raja, tetapi juga telah ditetapkan bahwa mereka harus menyantap makanan dan minuman dari meja raja. Dalam hal ini raja menganggap bahwa dia bukan saja memberikan kehormatan kepada mereka, tetapi juga menolong mereka untuk mencapai perkembangan fisik dan mental yang terbaik.

Menghadapi Ujian

Di antara bahan makanan pilihan yang disajikan di hadapan raja terdapatlah daging babi dan daging-daging lain yang dinyatakan haram oleh hukum Musa, dan terlarang bagi orang-orang Ibrani untuk dimakan. Di sini Daniel dibawa kepada sebuah ujian yang berat. Haruskah ia patuh kepada ajaran-ajaran bapa-bapa leluhurnya tentang makanan dan minuman, dan menyinggung perasaan raja, dan mungkin bukan saja kehilangan jabatannya tetapi juga nyawanya? Atau haruskah dia melanggar hukum TUHAN, dan menerima kemurahan hati raja, sekaligus mendapatkan keuntungan intelektual yang hebat dan harapan-harapan duniawi yang sangat menyanjung?

Daniel tidak lama dalam keraguan. Dia memutuskan untuk berdiri teguh di dalam integritasnya, apapun akibatnya. Dia “berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (Daniel 1:8).

Bukan Picik atau Berpendirian Keras

Ada banyak diantara orang-orang yang mengaku sebagai Kristen dewasa ini yang menganggap bahwa Daniel itu berpandangan terlalu picik, dan dengan kata lain menyebutkan dia sebagai seorang yang berpikiran sempit dan merasa diri sendiri benar. Mereka menganggap soal makanan dan minuman itu merupakan soal yang terlalu sepele untuk menuntut sikap yang begitu tegas—suatu keputusan yang ada kemungkinan melibatkan pengorbanan dari semua kesempatan baik diatas dunia. Tapi mereka yang mempunyai pemikiran seperti itu akan mendapati pada hari penghukuman bahwa mereka telah berpaling dari tuntutan Allah yang tegas dan membentuk opini pribadi mereka mengenai ukuran yang harus digunakan menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka akan mendapati bahwa apa yang pada pandangan mereka tampaknya tidak penting bukanlah demikian pada pandangan Tuhan Allah. Tuntutan-tuntutan-Nya harus dipatuhi. Orang-orang yang menerima dan menuruti salah satu dari aturan-aturan-Nya hanya karena itu tidak menyusahkan untuk dilakukan, sementara mereka menolak yang lain karena ketaatan terhadap aturan itu menuntut sebuah pengorbanan, merendahkan standar kebenaran dan oleh teladan mereka menuntun orang lain untuk meremehkan hukum TUHAN yang suci itu. “Demikianlah sabda TUHAN” haruslah menjadi peraturan kita dalam segala hal.

Sebuah Tabiat yang Tidak Bercela

Daniel dihadapkan kepada penggodaan-penggodaan terberat yang dapat menyerang orang-orang muda pada zaman ini; namun dia setia kepada perintah agama yang diterimanya pada masa anak-anaknya. Dia dikelilingi oleh pengaruh-pengaruh yang diperhitungkan dapat menumbangkan orang-orang yang mau terombang-ambing antara prinsip dan kehendak hati; namun Firman TUHAN memberikannya sebuah tabiat yang tidak bercela. Daniel berani untuk tidak mempercayai kekuatan moralnya sendiri. Baginya berdoa adalah suatu kebutuhan. Dia menjadikan Allah sebagai kekuatannya, dan takut akan TUHAN terus-menerus ada padanya di dalam segala urusan kehidupannya.

Daniel diberkati karunia kelemahlembutan sejati. Dia setia, teguh, dan mulia. Dia berusaha hidup dalam damai dengan semua orang, sementara dia tidak dapat dibengkokkan seperti pohon cedar yang teguh dimanapun prinsip dilibatkan. Dalam segala hal yang tidak bertentangan dengan kesetiaannya kepada Allah, dia hormat dan patuh kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan di atasnya; namun dia sangat meninggikan tuntutan-tuntutan TUHAN sehingga peraturan-peraturan penguasa dunia ditempatkannya pada posisi yang lebih rendah. Dia tidak akan mau dipengaruhi oleh segala pertimbangan yang mementingkan diri untuk menyimpang dari tugasnya.

Tabiat Daniel diperlihatkan kepada dunia sebagai sebuah teladan yang menemplak tentang apa yang karunia Allah dapat lakukan dari manusia yang secara alamiah telah jatuh dan rusak oleh dosa. Catatan keagungannya, kehidupan yang penuh penyangkalan diri, adalah sebuah dorongan terhadap kemanusiaan kita yang biasa. Dari hal itu kita boleh mendapatkan kekuatan yang mulia untuk melawan pengodaan, dan secara teguh, dan di dalam karunia kelemahlembutan, berdiri untuk kebenaran di bawah pencobaan yang terberat.

Persetujuan TUHAN Lebih Berharga Dari Pada Hidup

Daniel mungkin telah menemukan sebuah alasan yang masuk akal untuk meninggalkan kebiasaan bertaraknya yang teguh; tetapi persetujuan TUHAN lebih berharga baginya dari pada kemurahan hati raja yang paling berkuasa di bumi—lebih berharga dari pada kehidupan itu sendiri. Dengan sopan santun dia memohon kemurahan hati Melzar, pejabat yang bertanggungjawab terhadap pemuda Ibrani ini, Daniel membuat permintaan bahwa mereka tidak boleh memakan santapan dan minuman raja. Melzar takut jika dia harus memenuhi permintaan ini, dia bisa mendatangkan ketidaksenangan raja, dan dengan demikian membahayakan hidupnya sendiri. Seperti kebanyakan pada zaman sekarang, dia berpikir bahwa makanan yang bebas dari daging dan minuman keras akan membuat orang-orang muda ini berpenampilan pucat dan sakit-sakitan dan tidak sempurna dalam kekuatan otot, sementara makanan mewah dari meja raja akan membuat sehat dan tampan dan akan meningkatkan aktifitas fisik dan mental.

Daniel meminta bahwa masalah itu akan diputuskan dengan sepuluh hari masa percobaan—orang-orang muda Ibrani ini selama waktu yang singkat diizinkan untuk memakan makanan sederhana, sementara teman-teman mereka mengambil bagian dari pilihan-pilihan raja. Permintaan itu akhirnya dikabulkan, dan kemudian Daniel merasa yakin bahwa dia akan memenangkan kasusnya. Walaupun masih muda, dia telah melihat akibat-akibat yang merusak dari minuman keras dan gaya hidup mewah terhadap kesehatan fisik dan mental.

Allah Mempertahankan Nama Baik Hamba-Nya

Pada akhir dari sepuluh hari itu, hasilnya ditemukan cukup berlawanan dengan perkiraan Melzar. Tidak hanya dalam penampilan, tetapi dalam kekuatan fisik dan mental, orang-orang yang terbiasa bertarak itu menunjukkan sebuah keunggulan di atas teman-teman mereka yang menyerah kepada selera. Sebagai hasil dari percobaan ini, Daniel dan teman-temannya diizinkan untuk melanjutkan makanan sederhana mereka selama masa pendidikan untuk menjalankan tugas-tugas kerajaan.

TUHAN memandang dengan persetujuan keteguhan dan penyangkalan diri dari anak-anak muda Ibrani ini, dan berkat-Nya menyertai mereka. Dia “memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, sedang Daniel juga mempunyai pengertian tentang berbagai-bagai penglihatan dan mimpi” (Daniel 1:17). Pada akhir masa pendidikan selama tiga tahun itu, ketika kemampuan dan kepandaian mereka diuji oleh raja, dia (raja) mendapati “bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahli jampi di seluruh kerajaannya” (ayat 20).

Pengendalian Diri sebuah Kondisi dari Penyucian

Kehidupan Daniel adalah sebuah gambaran yang mengilhami dari apa yang merupakan sebuah tabiat yang disucikan. Dia menunjukkan sebuah pelajaran untuk semua, dan secara khusus bagi orang-orang muda. Sebuah kepatuhan yang sempurna kepada perintah-perintah Allah bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan pikiran. Untuk memperoleh standar pencapaian moral dan intelektual yang tertinggi, adalah perlu untuk mencari kebijaksanaan dan kekuatan dari Allah dan memelihara pertarakan yang teguh dalam segala kebiasaan hidup. Dalam pengalaman Daniel dan teman-temannya kita mempunyai sebuah contoh dari kemenangan prinsip terhadap penggodaan untuk menuruti nafsu makan. Hal itu menunjukkan kepada kita bahwa melalui prinsip kesalehan orang-orang muda boleh menang terhadap nafsu daging dan tetap setia terhadap perintah-perintah Allah, walaupun hal itu menuntut pengorbanan besar dari mereka.

Bagaimana seandainya Daniel dan teman-temannya telah berkompromi dengan pejabat-pejabat kafir itu dan telah tunduk kepada tekanan keadaan dengan makanan dan minuman seperti kebiasaan orang-orang Babilon? Maka contoh tunggal dari meninggalkan prinsip itu akan melemahkan pengertian mereka terhadap kebenaran dan kejijikan mereka terhadap kesalahan. Pemuasan selera makan akan mengorbankan kesehatan jasmani, kebersihan pikiran, dan kekuatan rohani. Satu langkah salah akan mungkin menuntun kepada yang lain, hingga, hubungan mereka dengan Surga menjadi rusak, mereka akan dihanyutkan oleh penggodaan.

Allah telah berfirman, “Siapa yang menghormati Aku akan Kuhormati” (1 Samuel 2:30). Ketika Daniel bergantung kepada TUHAN-nya dengan iman yang tidak tergoyahkan, Roh kuasa bernubuat turun ke atasnya. Ketika dia diperintahkan oleh manusia dalam tugas-tugas kerajaan, dia diajar oleh Allah untuk membaca misteri masa depan dan mempersembahkannya bagi generasi-generasi yang akan datang, melalui lambang-lambang dan persamaan-persamaan, hal-hal ajaib yang akan terjadi pada akhir zaman.