Google

8.13.2006

Bab 11 - Hak Istimewa Orang Kristen

Bab 11

Hak Istimewa Orang Kristen

Banyak yang dengan sungguh-sungguh mencari kesucian hati dan kemurnian hidup kelihatan dibingungkan dan tawar hati. Mereka terus-menerus melihat kepada diri mereka sendiri, dan menyesali kurangnya iman mereka; dan karena mereka tidak memiliki iman, mereka merasa bahwa mereka tidak dapat menuntut berkat dari Allah. Orang-orang ini memiliki perasaan yang salah untuk iman. Mereka melihat di atas kesederhanaan iman yang benar, dan kemudian membawa kegelapan besar ke atas jiwa mereka. Mereka harus mengalihkan pikiran mereka dari diri, untuk memandang kepada kemurahan dan kebaikan Allah dan kembali mengingat janji-janji-Nya, dan kemudian percaya bahwa Dia akan memenuhi janji-Nya. Kita bukan percaya di dalam iman, tetapi di dalam janji-janji Allah. Ketika kita bertobat dari pelanggaran-pelanggaran masa lalu kita terhadap hukum-Nya, dan menetapkan hati untuk menghidupkan penurutan di masa depan, kita harus percaya bahwa TUHAN demi Kristus menerima kita, dan mengampuni dosa-dosa kita.

Kegelapan dan keputusasaan kadang kala akan datang ke atas jiwa dan mengancam untuk menguasai kita, tetapi kita tidak boleh goyah dari keyakinan kita. Kita harus tetap memandang pada Yesus, dengan perasaan atau tanpa perasaan. Kita harus berusaha dengan setia melakukan setiap tugas yang kita ketahui, dan kemudian dengan tenang berhenti dalam janji-janji TUHAN.

Kehidupan Iman

Berkali-kali sebuah perasaan yang dalam dari ketidaklayakan kita akan mengirimkan ketakutan kepada jiwa, tetapi ini bukanlah bukti bahwa Allah telah berubah terhadap kita, atau kita terhadap Allah. Tidak ada usaha yang harus dilakukan untuk mengekang pikiran kepada satu perasaan. Kita boleh tidak merasakan damai dan sukacita pada hari ini seperti yang kita rasakan kemarin; tetapi oleh iman kita harus menggenggam tangan Kristus, dan percaya kepada-Nya sepenuhnya sama seperti di dalam kegelapan atau di dalam terang.

Setan boleh berbisik, “Engkau terlalu berdosa bagi Kristus untuk diselamatkan.” Sementara engkau menyadari bahwa memang engkau berdosa dan tidak layak, engkau mungkin saja menghadapi pencobaan itu dengan teriakan, “Oleh jasa penebusan, aku menyatakan Kristus sebagai Juruselamatku. Aku tidak percaya pada jasa-jasaku, tetapi kepada darah Yesus yang mulia, yang menyucikanku. Saat ini aku menggantungkan jiwaku yang tidak berdaya pada Kristus.” Kehidupan orang Kristen haruslah terus-menerus merupakan sebuah kehidupan dari iman yang hidup. Percaya yang tidak menyerah, kebergantungan yang teguh pada Kristus, akan membawa damai dan kepastian kepada jiwa.

Melawan Pencobaan

Janganlah putus asa karena hatimu kelihatan keras. Setiap rintangan, setiap musuh dalam diri, hanya menambah kebutuhanmu akan Kristus. Dia datang untuk mengambil hati yang membatu, dan memberikanmu hati yang lembut. Pandanglah pada-Nya untuk karunia yang istimewa untuk mengalahkan kesalahan-kesalahan yang khas pada dirimu. Ketika diserang oleh pencobaan, dengan tabah lawanlah dorongan-dorongan jahat; berkatalah kepada jiwamu, “Bagaimana aku bisa tidak menghormati Penebusku? Aku telah menyerahkan diriku kepada Kristus; aku tidak dapat mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Setan.” Berserulah kepada Juruselamat yang kekasih untuk mendapatkan pertolongan untuk memusnahkan setiap berhala dan menyingkirkan setiap dosa kesayangan. Biarlah mata iman itu memandang Yesus berdiri di hadapan takhta Bapa, menunjukkan tangan-tangannya yang terluka ketika Dia membelamu. Percayalah kekuatan itu datang kepadamu melalui Juruselamatmu yang agung.

Memandang Dengan Mata Iman

Dengan iman lihatlah mahkota-mahkota yang disediakan bagi semua yang menang; dengarkanlah lagu yang gembira dari orang-orang yang ditebus, “Layak, layaklah Anak Domba yang tersembelih dan telah menebus kita bagi Allah!” Berusaha keraslah untuk menganggap bahwa pemandangan ini adalah nyata. Stefanus, orang Kristen pertama yang menjadi martir, dalam pertentangannya yang luar biasa dengan raja-raja dan penguasa-penguasa dan kejahatan rohani, di tempat yang tinggi berseru, “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah” (Kisah 7:56). Juruselamat dunia dinyatakan kepadanya sedang melihat ke bawah dari surga kepadanya dengan perhatian yang mendalam, dan sinar kemuliaan wajah Kristus bercahaya ke atas Stefanus dengan kecerahan sehingga bahkan musuh-musuhnya melihat wajahnya bersinar seperti wajah seorang malaikat.

Jika kita mau mengizinkan pikiran kita untuk tetap berada pada Kristus dan surga, kita akan menemukan sebuah dorongan yang sangat kuat dan dukungan dalam berperang dalam pertempuran Allah. Kesombongan dan cinta dunia akan kehilangan kuasa mereka ketika kita merenungkan kemuliaan tanah yang lebih baik itu yang akan segera menjadi rumah kita. Di samping keindahan Kristus, semua daya tarik dunia akan kelihatan tidak berharga.

Janganlah ada seorangpun membayangkan bahwa tanpa usaha yang sungguh-sungguh pada pihak mereka mereka bisa mendapatkan kepastian dari kasih Allah. Ketika pikiran telah begitu lama diizinkan untuk hanya memikirkan hal-hal duniawi, merupakan hal yang sulit untuk mengubah kebiasaan pikiran itu. Apa yang dilihat mata dan didengar telinga, terlalu sering menarik perhatian dan menyerap perhatian. Tetapi jika kita mau memasuki kota Allah, dan memandang Yesus dan kemuliaan-Nya, kita harus membiasakan diri memandang-Nya dengan mata iman di sini. Kata-kata dan tabiat Kristus harus sering menjadi pokok pemikiran dan pembicaraan kita, dan setiap hari kita harus menyediakan waktu istimewa untuk mendoakan dan merenungkan tema yang suci ini.

Membungkamkan Roh Kudus

Penyucian adalah pekerjaan setiap hari. Biarlah tidak seorangpun yang menipu dirinya sendiri dengan kepercayaan bahwa Allah akan memaafkan dan memberkati mereka sementara mereka menginjak-injak salah satu tuntutan-Nya. Perbuatan yang disengaja dari sebuah dosa yang telah diketahui membungkamkan suara kesaksian dari Roh Kudus dan memisahkan jiwa dari Allah. Apapun yang boleh menjadi kegembiraan perasaan relijius, Yesus tidak dapat tinggal di dalam hati yang tidak menghormati hukum ilahi itu. TUHAN akan menghormati hanya orang-orang yang menghormati Dia.

“Kamu adalah hamba orang… yang harus kamu taati” (Roma 6:16). Jika kita menuruti kemarahan, hawa nafsu, ketamakan, kebencian, mementingkan diri, atau dosa-dosa yang lain, kita menjadi hamba-hamba dosa. “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan” (Matius 6:24). Jika kita melayani dosa, kita tidak dapat melayani Kristus. Orang Kristen akan merasakan dorongan-dorongan dosa, karena keinginan daging berlawanan dengan Roh; tetapi Roh berjuang melawan daging, peperangan yang terus-menerus. Di sinilah pertolongan Kristus dibutuhkan. Kelemahan manusia dipersatukan dengan kekuatan ilahi, dan iman berseru, “Syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, TUHAN kita” (1 Korintus 15:17).

Memperbaiki Kebiasaan Beragama

Jika kita hendak mengembangkan sebuah tabiat yang dapat diterima Allah, kita harus membentuk kebiasaan yang benar di dalam kehidupan beragama kita. Berdoa setiap hari adalah penting untuk pertumbuhan dalam kasih karunia, dan bahkan untuk kehidupan rohani itu sendiri, seperti makanan sementara untuk kesehatan jasmani. Kita harus membiasakan diri kita untuk sering mengangkat pikiran kepada Allah di dalam doa. Jika pikiran mengembara, kita harus membawanya kembali; dengan usaha yang keras, kebiasaan akhirnya akan membuatnya mudah. Kita tidak dapat untuk sesaatpun memisahkan diri kita dari Kristus dengan selamat. Kita boleh merasakan kehadiran-Nya pada setiap langkah, tetapi hanya dengan memelihara syarat-syarat yang telah Dia tetapkan sendiri.

Agama harus menjadi urusan yang besar dalam hidup. Segala sesuatu yang lain harus dipandang lebih rendah dari ini. Segenap kekuatan kita, dari jiwa, tubuh, dan roh, harus diikutsertakan di dalam peperangan Kristen. Kita harus memandang kepada Kristus untuk mendapat kekuatan dan berkat, dan kita akan memperoleh kemenangan sama pastinya dengan Yesus telah mati untuk kita.

Nilai dari Jiwa

Kita harus datang lebih dekat kepada salib Kristus. Menyesal di kaki salib adalah pelajaran pertama dari damai yang harus kita pelajari. Kasih Kristus—siapa yang dapat memahaminya?—sangat jauh lebih mesra dan menyangkal diri dari pada kasih seorang ibu! Jika kita mau mengetahui nilai dari jiwa seorang manusia, kita harus memandang di dalam iman yang hidup ke atas salib, dan mulai mempelajari apa yang akan menjadi ilmu pengetahuan dan nyanyian dari orang-orang yang ditebus sepanjang masa kekekalan. Nilai dari waktu kita dan talenta kita dapat dihargai hanya oleh besarnya tebusan yang dibayar untuk penebusan kita. Betapa rasa tidak berterimakasih yang kita wujudkan terhadap Allah ketika kita merampok Dia dari milik-Nya sendiri dengan menahan dari-Nya kasih sayang dan pelayanan kita! Apakah terlalu banyak untuk memberikan diri kita sendiri kepada-Nya yang telah mengorbankan segalanya untuk kita? Dapatkah kita memilih persahabatan dari dunia lebih dari pada kehormatan kekal yang Kristus tawarkan—“akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya” (Wahyu 3:21)?

Sebuah Pekerjaan Yang Bergerak Maju

Penyucian adalah sebuah pekerjaan yang bergerak maju. Langkah-langkah berurutan diletakkan di depan kita dalam kitab Petrus: “Kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, TUHAN kita” (2 Petrus 1:5-8). “Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya pilihan dan panggilanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung. Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan TUHAN dan Juruselamat kita, Yesus Kristus” (ayat 10,11).

Inilah jalan di mana kita boleh dipastikan tidak akan pernah jatuh. Orang-orang yang mau menjalankan rencana tambahan itu dalam memperoleh berkat-berkat Kristen memiliki kepastian bahwa Allah akan menjalankan rencana berkelimpahan dalam memberikan kepada mereka karunia-karunia dari Roh-Nya. Petrus mengatakan kepada orang-orang yang memperoleh iman yang mulia: “Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, TUHAN kita” (ayat 2). Dengan karunia ilahi, semua orang yang mau boleh mendaki tangga bersinar dari bumi ke surga, dan akhirnya, “dengan bersorak-sorai” dan “sukacita abadi” (Yesaya 35:10) masuk melalui gerbang-gerbang ke dalam kota Allah.

Juruselamat kita menyatakan semuanya untuk kita; Dia menuntut kita akan pemikiran-pemikiran yang paling suci, kasih sayang kita yang paling tulus dan paling besar. Jika kita memang merupakan para pengambil bagian dari sifat ilahi, puji-pujian kita kepada-Nya akan tidak berkeputusan di dalam hati dan pada bibir kita. Keselamatan kita hanyalah menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki kepada-Nya dan terus-menerus bertumbuh di dalam kasih karunia dan dalam pengetahuan akan kebenaran.

Paulus Bersorak akan Kemenangan

Rasul Paulus sangat dihormati Allah, diberikan penglihatan mulia menuju langit ketiga, di mana dia melihat pemandangan yang kemuliaannya tidak diizinkan untuk diungkapkannya. Namun hal ini tidak membuatnya menjadi sombong atau percaya diri. Dia menyadari akan pentingnya terus-menerus berjaga-jaga dan penyangkalan diri, dan dengan jelas menyatakan, “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:27).

Paulus menderita demi kebenaran, dan namun kita tidak mendengar keluhan dari bibirnya. Saat dia meninjau kembali akan kehidupannya yang penuh penderitaan, kekhawatiran dan pengorbanan, dia berkata, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Roma 8:18). Sorak kemenangan dari hamba TUHAN yang setia itu mengalir hingga ke zaman kita: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?... Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu mahluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada di dalam Kristus Yesus, TUHAN kita” (Roma 8:35-39).

Walaupun Paulus akhirnya dikurung dalam sebuah penjara bangsa Roma—tertutup dari sinar dan udara bebas, terpisah dari pekerjaan mengabarkan injil, dan tidak lama lagi akan dihukum mati—namun dia tidak menyerah kepada keraguan atau kemurungan. Dari ruang bawah tanah yang suram itu muncullah kesaksiannya dalam keadaan sekarat, penuh dengan iman dan keberanian yang luhur yang telah mengilhami hati orang-orang kudus dan para martir selama berabad-abad berikutnya. Kata-katanya dengan cocok menggambarkan hasil dari penyucian yang telah kita berusaha dengan keras untuk pelajari dalam buku ini: “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh TUHAN, Hakim yang adil, pada hari-Nya; tetapi bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatangan-Nya” (2 Timotius 4:6-8).