Google

8.01.2006

Bab 7 - Tabiat Yohanes

Bab 7

Tabiat Yohanes


Rasul Yohanes berbeda dari saudara-saudaranya sebagai “murid yang dikasihi Yesus.” Walaupun memiliki sifat pengecut, lemah, atau suka ragu-ragu, dia memiliki sebuah sikap yang ramah dan hangat, serta penuh kasih. Di kelihatan sangat menikmati, dalam pengertian yang lebih tinggi, persahabatan dengan Kristus, dan dia menerima banyak penghargaan dari keyakinan dan kasih Juruselamat. Dia adalah salah satu dari tiga orang yang diizinkan untuk menyaksikan kemuliaan Yesus di bukit Pisgah dan penderitaan-Nya di Getsemane; dan ke atas pemeliharaan Yohanes-lah TUHAN kita mempercayakan ibu-Nya pada jam-jam terakhir yang penuh penderitaan di salib.

Kasih sayang Juruselamat kepada murid yang kekasih ini dibalas dengan sepenuh kekuatan dan penyerahan yang sungguh-sungguuh. Yohanes bergantung kepada Kristus seperti carang pohon anggur yang bergantung pada tiang yang kokoh. Demi Gurunya dia berani menghadapi bahaya menerobos masuk ruang pengadilan dan berada di sekitar salib; dan ketika mendengar kabar Kristus telah bangkit, dia bergegas ke kubur itu, dalam semangat yang bahkan mengalahkan ketidaksabaran Petrus.

Kasih Yohanes kepada Gurunya bukanlah sekedar persahabatan manusia, tetapi itu adalah kasih dari orang berdosa yang telah bertobat, yang merasakan bahwa dia telah diselamatkan oleh darah Kristus yang mulia. Dia menghargainya sebagai kehormatan tertinggi untuk bekerja dan menderita dalam pelayanan untuk TUHAN-nya. Kasihnya kepada Yesus menuntunnya untuk mengasihi semua orang yang untuk siapa Yesus mati. Agamanya adalah sebuah tabiat yang praktis. Dia berpendapat bahwa mengasihi Allah harus dinyatakan dalam mengasihi anak-anak-Nya. Dia terdengar berulang-ulang berkata, “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi” (1 Yohanes 4:11). “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah’, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (ayat 19, 20). Kehidupan rasul itu selaras dengan ajaran-ajarannya. Kasih yang memancar dari dalam hatinya untuk Kristus, membawanya untuk mengerahkan segenap kesungguh-sungguhannya, bekerja tanpa kenal lelah untuk murid-muridnya, teristimewa untuk saudara-saudaranya di dalam gereja Kristen. Dia adalah pengkhotbah yang penuh kuasa, kuat, dan memiliki kesungguhsungguhan yang dalam, dan kata-katanya membawa keyakinan yang kuat.

Sebuah Ciptaan Baru Melalui Kasih Karunia

Kasih yang meyakinkan dan pengabdian yang tidak mementingkan diri yang dinyatakan dalam kehidupan dan tabiat Yohanes memberikan pelajaran-pelajaran yang tidak ternilai kepada gereja Kristen. Beberapa orang menggambarkan dia sebagai orang yang memiliki kasih ini terlepas dari kasih karunia ilahi; tetapi Yohanes memiliki, secara alamiah, cacat tabiat yang serius; dia sombong dan ambisius, dan mudah marah dan tersinggung.

Kedalaman dan semangat dari kasih sayang Yohanes untuk Gurunya bukanlah penyebab dari kasih Kristus kepadanya, tetapi adalah akibat dari kasih itu. Yohanes ingin menjadi seperti Yesus, dan di bawah pengaruh kasih Kristus yang mengubahkan, dia menjadi lemah lembut dan rendah hati. Dirinya tersembunyi di dalam Yesus. Dia secara erat bersatu dengan Pokok Anggur Kehidupan itu, dan menjadi seorang pengambilbagian dari kodrat ilahi. Hal seperti inilah yang akan selalu menjadi hasil dari persekutuan dengan Kristus. Ini adalah penyucian yang benar.

Mungkin ada cacat-cacat yang terlihat dalam tabiat seseorang, namun ketika dia menjadi murid Yesus yang benar, kuasa dari kasih karunia ilahi membuatnya menjadi ciptaan baru. Kasih Kristus mengubahkan, menyucikan dia. Tetapi ketika orang-orang menyatakan diri menjadi orang Kristen, dan agama mereka tidak membuat mereka menjadi pria dan wanita yang lebih baik dalam semua hubungan kehidupan—kehidupan yang menggambarkan Kristus dalam watak dan tabiat—mereka bukanlah milik-Nya.

Pelajaran dalam Pembangunan Tabiat

Pada suatu waktu Yohanes terlibat dalam perselisihan bersama beberapa saudaranya tentang siapa dari mereka yang pantas menjadi yang terbesar. Mereka tidak bermaksud pertengkaran mereka terdengar oleh Sang Guru; tetapi Yesus membaca hati mereka, dan memanfaatkan kesempatan itu untuk memberikan sebuah pelajaran kerendahan hati kepada murid-murid-Nya. Hal itu bukan hanya untuk kelompok kecil yang mendengarkan kata-katanya, tetapi dicatat untuk kepentingan semua pengikut-Nya hingga ke akhir zaman. “Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: ‘Jikalau seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya’” (Markus 9:35).

Orang-orang yang memiliki Roh Kristus tidak akan memiliki ambisi untuk menduduki tempat yang lebih tinggi dari pada saudaranya. Orang yang kecil pada pemandangan mereka adalah orang yang besar dalam pemandangan Allah. “Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: ‘Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku’” (ayat 36, 37).

Betapa sebuah perlajaran yang mulia untuk semua pengikut Kristus! Barangsiapa yang melupakan tugas-tugas kehidupan yang terpampang di hadapan langkah mereka, yang mengabaikan kemurahan hati dan kebaikan, kesopanan dan kasih, bahkan kepada seorang anak kecil, sedang mengabaikan Kristus. Yohanes merasakan dorongan dari pelajaran ini dan mengambil manfaat darinya.

Pada kejadian lain, saudaranya Yakobus dan dirinya telah melihat seorang laki-laki mengusir setan dalam nama Yesus, dan karena dia tidak termasuk dalam kelompok mereka, mereka menyatakan bahwa dia tidak berhak melakukan pekerjaan ini, dan akibatnya melarang dia. Dalam ketulusan hatinya Yohanes menceritakan kejadian tersebut kepada Gurunya. Yesus berkata, “Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorangpun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita” (ayat 39, 40).

Kembali, Yakobus dan Yohanes melalui ibu mereka membuat sebuah permintaan agar mereka diizinkan untuk mendapatkan tempat kehormatan yang tertinggi di dalam kerajaan Kristus. Juruselamat itu menjawab, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta” (Markus 10:38). Betapa sedikit dari kita yang memahami makna sesungguhnya dari doa-doa kita! Yesus mengetahui pengorbanan yang tidak terbatas yang harus dibayar untuk kemuliaan itu, ketika Dia, “yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia” (Ibrani 12:2). Sukacita itu adalah untuk melihat jiwa-jiwa yang diselamatkan oleh kehinaan-Nya, penderitaan-Nya, dan penumpahan darah-Nya.

Itulah kemuliaan yang akan Kristus terima, dan yang telah diminta oleh dua murid ini yang mungkin diizinkan untuk mereka tanggung. Yesus bertanya kepada mereka, “‘Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?’ Jawab mereka: ‘Kami dapat’” (Markus 10:38, 39).

Betapa sedikit mereka memahami baptisan apa yang disebutkan itu! “Yesus berkata kepada mereka: ‘Memang kamu akan meminum cawan yang harus Kuminum dan akan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima. Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.’” (ayat 39,40).

Kesombongan dan Ambisi Ditemplak

Yesus memahami motif yang mendorong permintaan itu, dan kemudian menemplak kesombongan dan ambisi dari dua murid itu: “Kamu tahu bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga bukan datang untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (ayat 42-45).

Pada suatu kali, Kristus mengirimkan seorang jurukabar mendahului Dia ke sebuah perkampungan orang-orang Samaria, meminta orang-orang untuk menyediakan makanan dan minuman untuk Dia dan murid-murid-Nya. Tetapi ketika Juruselamat mendekati kota itu, Dia sepertinya hendak terus berlalu menuju ke Yerusalem. Hal ini membangkitkan rasa permusuhan dari orang-orang Samaria, dan dari pada mengirimkan jurukabar untuk mengundang dan bahkan mendesak Dia untuk bermalam bersama mereka, mereka menahan kebaikan yang biasanya akan mereka berikan kepada para musafir. Yesus tidak pernah memaksakan kehadiran-Nya terhadap siapapun, dan orang-orang Samaria kehilangan berkat yang seharusnya menjadi milik mereka sekiranya mereka meminta Dia untuk menjadi tamu mereka.

Kita mungkin merasa heran atas perlakuan yang tidak sopan terhadap Raja Surgawi ini, tetapi betapa sering kita yang mengaku sebagai pengikut Kristus bersalah atas kelalaian yang sama. Apakah kita meminta Yesus untuk bersemayam di dalam hati kita dan di dalam keluarga kita? Dia penuh kasih, karunia, berkat, dan selalu bersedia untuk mencurahkan berkat-berkat ini ke atas kita; tetapi, seperti orang-orang Samaria, kita sering merasa puas tanpa mereka.

Murid-murid mengetahui niat Kristus untuk memberkati orang-orang Samaria dengan kehadiran-Nya; dan ketika mereka melihat sikap dingin, dengki, dan ketidakhormatan yang ditunjukkan kepada Guru mereka, mereka dipenuhi oleh keheranan dan kejengkelan. Yakobus dan Yohanes merasa gusar. Karena Dia yang sangat mereka hormati harus diperlakukan secara demikian, bagi mereka sepertinya itu sebuah kejahatan yang terlalu besar untuk dibiarkan tanpa penghukuman yang segera. Dengan bersemangat mereka berkata, “TUHAN, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Lukas 9:54), menghubungkan kebinasaan panglima-panglima perang Ahazia dan prajurit-prajurit mereka yang dikirim untuk menjemput nabil Elia.

“Akan tetapi Ia (Yesus) berpaling dan menegor mereka. Lalu mereka pergi ke desa yang lain” (Ayat 55, 56). Yohanes dan rekan-rekannya berada di sebuah sekolah di mana Yesus menjadi gurunya. Mereka yang telah melihat cacat-cacat diri mereka, dan sangat ingin untuk memperbaiki tabiat, memiliki kesempatan yang luas. Yohanes menghargai setiap pelajaran dan terus-menerus mencoba membawa hidupnya selaras dengan Teladan Ilahi itu. Pelajaran-pelajaran dari Yesus, kelemahlembutan, kerendahan hati, dan kasih sebagai hal yang penting untuk bertumbuh di dalam kasih karunia, dan kecocokan untuk pekerjaan-Nya, memiliki nilai tertinggi untuk Yohanes. Pelajaran-pelajaran ini ditujukan kepada kita sebagai perorangan dan sebagai saudara di dalam gereja, sebagaimana kepada murid-murid Kristus yang pertama.

Yohanes dan Yudas

Sebuah teguran yang mengandung pelajaran boleh ditarik dari perbedaan yang sangat nyata antara tabiat Yohanes dan Yudas. Yohanes adalah sebuah gambaran hidup dari penyucian. Di pihak lain, Yudas memiliki penampilan yang saleh, sementara tabiatnya lebih bersifat setan dari pada ilahi. Dia mengaku sebagai seorang dari murid Kristus, namun di dalam perkataan dan perbuatan menyangkal Dia.

Yudas memiliki kesempatan berharga yang sama seperti Yohanes untuk mempelajari dan meniru Sang Teladan itu. Dia mendengarkan pelajaran-pelajaran dari Kristus, dan tabiatnya boleh saja telah diubahkan oleh kasih karunia ilahi. Tetapi ketika Yohanes dengan bersungguh-sungguh bergumul melawan sifat-sifat buruknya sendiri dan berusaha untuk menyatu dengan Kristus, Yudas malah melawan hati nuraninya, menyerah kepada pencobaan, dan meneguhkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak jujur ke atas dirinya sendiri yang akan mengubahnya ke dalam rupa Setan.

Kedua murid-murid ini menggambarkan dunia Kristen. Semua orang mengaku sebagai pengikut Kristus; tetapi sementara satu kelas berjalan di dalam kerendahan hati dan kelemahlembutan, belajar dari Yesus, yang lain mempertunjukkan bahwa mereka bukanlah pelaku firman itu, tetapi hanya pendengar. Satu kelas disucikan melalui kebenaran; yang lain tidak mengetahui tentang kuasa yang mengubahkan dari kasih karunia ilahi. Yang pertama setiap hari mati bagi diri sendiri, dan mengalahkan dosa. Yang kedua memperturutkan hawa nafsu mereka sendiri, dan menjadi hamba Setan.