Google

8.03.2006

Bab 8 - Pelayanan Yohanes

Bab 8

Pelayanan Yohanes

Rasul Yohanes melewati masa awal kehidupannya dalam masyarakat nelayan yang tidak terdidik di Galilea. Dia tidak menyukai pelatihan di sekolah-sekolah; tetapi melalui persahabatannya dengan Kristus, Sang Guru Besar, dia mendapatkan pendidikan tertinggi yang dapat diterima oleh manusia fana. Dia meminum dengan lahap dari mata air kebijaksanaan, dan kemudian membawa orang-orang lain kepada “mata air…yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal” (Yohanes 4:14) itu. Kesederhanaan kata-katanya, kuasa kebenaran yang indah yang diucapkannya, dan semangat rohani yang menjadi ciri ajaran-ajarannya memberikannya jalan masuk kepada semua golongan. Bahkan orang-orang percayapun tidak mampu untuk memahami dengan sepenuhnya misteri suci dari kebenaran ilahi yang dibukakan dalam tulisan-tulisannya. Dia kelihatan secara terus-menerus diilhami oleh Roh Kudus. Dia berusaha membawa pikiran orang-orang untuk memahami hal-hal yang tidak terlihat. Kebijaksanaan yang dia bicarakan, membuat kata-katanya menetes seperti embun, melembutkan dan menaklukkan jiwa.

Setelah kenaikan Kristus, Yohanes berdiri sebagai seorang pekerja yang setia dan rajin untuk Gurunya. Bersama yang lain dia menikmati pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta, dan dengan semangat dan kuasa yang baru dia melanjutkan untuk mengabarkan kepada orang-orang firman kehidupan. Dia diancam dengan penjara dan maut, tetapi dia tidak bisa ditakut-takuti.

Orang-orang dari berbagai golongan datang untuk mendengarkan khotbah rasul-rasul itu, dan disembuhkan dari penyakit-penyakit mereka di dalam nama Yesus, nama yang sangat dibenci di kalangan Yahudi. Imam-imam dan penguasa merasa ketakutan dalam perlawanan mereka ketika mereka melihat orang-orang sakit yang disembuhkan dan Yesus ditinggikan sebagai Pangeran Kehidupan. Mereka takut bahwa tidak lama lagi seluruh dunia akan percaya kepada-Nya, dan kemudian menuduh mereka membunuh Sang Penyembuh Besar itu. Tetapi semakin besar usaha mereka untuk menghentikan kegemparan itu, semakin banyak yang percaya kepada-Nya dan berbalik dari ajaran-ajaran ahli kitab dan orang-orang Farisi. Mereka dipenuhi dengan kejengkelan, menangkap Petrus dan Yohanes, melemparkan mereka ke dalam penjara biasa. Tetapi malaikat TUHAN, pada suatu malam, membuka pintu penjara, membawa mereka keluar, dan berkata, “Pergilah, berdirilah di Bait Allah dan beritakanlah seluruh firman hidup itu kepada orang banyak” (Kisah 5:20).

Dengan kesetiaan dan kesungguh-sungguhan Yohanes membawakan kesaksian dari TUHAN-nya pada setiap kesempatan yang cocok. Dia melihat bahwa masa itu penuh bahaya terhadap gereja. Khayalan setan ada di mana-mana. Pikiran orang-orang mengembara melalui jalan berliku-liku dari ketidakpercayaan dan doktrin-doktrin yang menipu. Beberapa orang yang berpura-pura benar di hadapan Allah adalah para pendusta. Mereka menolak Kristus dan injil-Nya dan menghasilkan bidaah-bidaah terkutuk dan hidup di dalam pelanggaran akan hukum ilahi.

Tema Kesukaan Yohanes

Tema kesukaan Yohanes adalah kasih Kristus yang tidak terbatas. Dia percaya kepada Allah seperti seorang anak percaya kepada kebaikan dan kasih sayang ayahnya. Dia mengenal tabiat dan pekerjaan Kristus; dan ketika dia melihat saudara-saudaranya sesama Yahudi meraba-raba jalan mereka tanpa sebuah cahaya dari Matahari Kebenaran untuk menerangi langkah mereka, dia rindu untuk memperkenalkan Kristus kepada mereka, Terang dunia itu.

Rasul yang setia itu melihat bahwa kebutaan, kesombongan, ketakhyulan, dan kebodohan mereka terhadap Injil memancangkan ke atas jiwa mereka belenggu yang tidak akan pernah terputus. Prasangka dan kebencian terhadap Kristus yang secara membandel mereka pertahankan, membawa kehancuran ke atas mereka sebagai bangsa dan menghancurkan harapan-harapan mereka akan hidup kekal. Tetapi Yohanes tetap memperkenalkan Kristus kepada mereka sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Bukti bahwa Yesus dari Nazaret adalah Sang Mesias begitu jelas sehingga Yohanes menerangkan bahwa tidak seorangpun yang perlu berjalan di dalam kegelapan dari kesalahan sementara terang itu diberikan kepadanya.

Disedihkan oleh Kesalahan-Kesalahan yang Beracun

Yohanes hidup untuk melihat bahwa injil Kristus dikhotbahkan di tempat-tempat yang jauh dan dekat, dan ribuan orang dengan bersemangat menerima ajaran-ajarannya. Tetapi dia dipenuhi dengan kesedihan ketika dia merasakan kesalahan-kesalahan yang beracun merasuk ke dalam gereja. Beberapa orang yang menerima Kristus menyatakan bahwa kasih-Nya membebaskan mereka dari penurutan terhadap hukum Allah. Di pihak lain, banyak yang mengajarkan bahwa tulisan-tulisan dari hukum itu harus dipelihara, juga semua kebiasaan-kebiasaan dan upacara-upacara Yahudi, dan bahwa ini cukup untuk keselamatan, tanpa darah Kristus. Mereka memandang Kristus sebagai seorang yang baik, seperti para rasul, tetapi menolak keilahian-Nya. Yohanes melihat bahaya-bahaya yang sedang dihadapi gereja. Haruskah mereka menerima ajaran-ajaran ini, dan dia menemui mereka dengan ketetapan dan keputusan. Dia menulis kepada seorang penolong yang paling dihormati di dalam injil, seorang wanita yang berkelakuan baik dan memiliki pengaruh yang luas:

“Sebab banyak penyesat yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia, yang tidak mengaku, bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan antikristus. Waspadalah supaya kamu jangan kehilangan apa yang telah kami kerjakan itu, tetapi supaya kamu mendapat upahmu sepenuhnya. Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak. Jikalau seorang datang kepadamu dan ia tidak membawa ajaran ini, janganlah kamu menerima dia di dalam rumahmu dan janganlah memberi salam kepadanya. Sebab barangsiapa memberi salam kepadanya, ia mendapat bagian dalam perbuatannya yang jahat” (2 Yohanes 7-11).

Yohanes tidak melaksanakan pekerjaannya tanpa rintangan yang besar. Setan tidak berdiam diri. Dia menggerakkan orang-orang jahat untuk menghentikan kehidupan yang bermanfaat dari hamba Allah ini, tetapi malaikat-malaikat suci melindunginya dari serangan-serangan mereka. Yohanes harus berdiri sebagai seorang saksi yang setia untuk Kristus. Gereja di dalam bahayanya membutuhkan kesaksiannya.

Dengan penggambaran yang keliru dan kebohongan, utusan-utusan Setan telah berusaha untuk menggerakkan perlawanan terhadap Yohanes dan doktrin Kristus. Sebagai akibatnya perselisihan dan bidaah-bidaah membahayakan gereja. Yohanes menghadapi kesalahan-kesalahan ini dengan tabah. Dia membatasi jalan musuh-musuh kebenaran. Dia menulis dan mendesak, bahwa para pemimpin bidaah-bidaah ini tidak boleh didukung sedikitpun. Pada zaman ini ada kejahatan-kejahatan yang serupa dengan apa yang pernah mengancam kesejahteraan gereja yang mula-mula, dan ajaran-ajaran dari rasul itu atas masalah-masalah ini harus secara seksama diperhatikan. “Engkau harus berbuat amal,” adalah seruan yang terdengar di mana-mana, terutama dari orang-orang yang mengakui penyucian. Tetapi amal terlalu suci untuk menutupi sebuah dosa yang tidak diakui. Ajaran-ajaran Yohanes adalah penting bagi orang-orang yang hidup di tengah bahaya-bahaya akhir zaman. Dia telah secara akrab bersahabat dengan Kristus, dia telah mendengarkan ajaran-ajaran-Nya dan telah menyaksikan mujizat-mujizat-Nya yang ajaib. Dia membawakan kesaksian yang meyakinkan, yang membuat kebohonagn musuh-musuh-Nya tidak berdaya.

Tidak Ada Kompromi Dengan Dosa

Yohanes menikmati berkat dari penyucian sejati. Tetapi ingat, rasul itu tidak menyatakan diri tidak berdosa; dia mencari kesempurnaan dengan berjalan di dalam terang muka Allah. Dia bersaksi bahwa orang yang mengaku mengenal Allah, dan masih melanggar hukum ilahi, menjadikan pengakuannya sebagai kebohongan. “Barangsiapa berkata, aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran” (1 Yohanes 2:4). Di zaman yang membanggakan kebebasan ini, kata-kata ini akan dicap sebagai kefanatikan. Tetapi rasul itu mengajarkan bahwa ketika kita harus menyatakan kebaikan Kristen, kita disahkan untuk menyebut dosa dan para pendosa dengan nama mereka yang sebenarnya—karena ini konsisten dengan amal yang benar. Ketika kita mengasihi jiwa-jiwa yang untuknya Yesus mati, dan bekerja demi keselamatan mereka, kita tidak boleh berkompromi dengan dosa. Kita tidak bersekutu dengan pemberontak, dan menyebut hal ini perbuatan amal. TUHAN menuntut umat-umat-Nya di dunia pada zaman ini untuk berdiri, sebagaimana Yohanes pada zamannya, tidak mundur untuk yang benar, dalam perlawanan kepada kesalahan-kesalahan yang membinasakan jiwa.

Tidak Ada Penyucian Tanpa Penurutan

Saya telah bertemu dengan banyak orang yang mengaku hidup tanpa dosa. Tetapi ketika diuji dengan firman TUHAN, maka ternyata orang-orang ini ditemukan secara terbuka menjadi penentang-penentang terhadap hukum-Nya yang kudus. Bukti yang paling jelas tentang kekekalan dan keberlakuan dari hukum keempat gagal untuk membangkitkan hati nurani mereka. Mereka tidak dapat menyangkal tuntutan-tuntutan Allah, tetapi mereka tetap menempuh resiko untuk memaafkan diri mereka dalam melanggar Sabat. Mereka mengaku telah disucikan, dan melayani TUHAN setiap hari pada sepanjang minggu. Banyak orang-orang baik, kata mereka, tidak memelihara Sabat. Jika manusia disucikan, tidak ada penghukuman yang akan menimpa mereka jika mereka tidak memeliharanya. Allah terlalu berkemurahan untuk menghukum mereka karena tidak memelihara hari ketujuh. Mereka akan dianggap ganjil di dalam masyarakat jika harus memelihara Sabat, dan akan kehilangan pengaruh di dalam dunia. Dan mereka harus tunduk terhadap kekuasaan yang ada.

Seorang wanita di New Hampshire membawakan kesaksiannya dalam sebuah ceramah umum, menyatakan bahwa kasih karunia Allah yang memerintah di dalam hatinya dan dia sepenuhnya adalah milik Allah. Dia kemudian mengungkapkan kepercayaannya bahwa orang ini melakukan banyak hal dalam menggerakkan para pendosa untuk melihat bahaya mereka. Dia berkata, “Hari Sabat yang diperkenalkan oleh orang ini kepada kita hanyalah Sabat dari Alkitab”; dan kemudian menyatakan bahwa pikirannya telah sangat disusahkan oleh hal itu. Dia melihat pencobaan yang besar di hadapannya, yang harus dihadapinya jika dia memelihara hari ketujuh. Hari berikutnya dia datang ke pertemuan itu dan kembali membawakan kesaksiannya, berkata bahwa dia telah bertanya kepada TUHAN jika dia harus memelihara Sabat, dan Dia telah menjawabnya bahwa dia tidak perlu memeliharanya. Pikirannya sekarang tidak memikirkan hal itu lagi. Kemudian dia memberikan nasehat yang menggemparkan agar semua orang datang kepada kasih Yesus yang sempurna, di mana tidak ada penghukuman bagi jiwa.

Wanita itu tidak mengalami penyucian yang sejati. Bukanlah Allah yang mengatakan kepadanya bahwa dia dapat disucikan sementara hidup di dalam ketidakmenurutan terhadap salah satu perintah-Nya. Hukum TUHAN adalah kudus, dan tidak seorangpun yang dapat melanggarnya dengan kekebalan terhadap hukuman. Orang yang mengatakan kepadanya bahwa dia dapat tetap melanggar hukum TUHAN dan menjadi tidak berdosa adalah pangeran dari kuasa kegelapan—orang yang sama yang mengatakan kepada Hawa di Eden, melalui ular, “Sekali-kali kamu tidak akan mati” (Kejadian 3:4). Hawa menyanjung dirinya bahwa TUHAN terlalu baik untuk menghukumnya karena ketidakmenurutan terhadap perintah yang telah diucapkan-Nya. Cara berpikir menyesatkan yang sama sedang didorong oleh ribuan orang untuk memaafkan pelanggaran mereka akan perintah keempat, keadaan yang masa bodoh. Raja surga berkata, “Aku menuruti perintah Bapa-Ku” (Yohanes 15:10).

Adam dan Hawa berani melanggar tuntutan Allah, dan hasil yang mengerikan dari dosa mereka seharusnya menjadi sebuah peringatan kepada kita untuk tidak mengikuti teladan ketidakmenurutan mereka. Kristus berdoa untuk murid-murid-Nya dalam kata-kata ini: “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; Firman-Mu adalah kebenaran” (Yohanes 17:17). Tidak ada penyucian sejati kecuali melalui penurutan kepada kebenaran. Orang yang mengasihi Allah dengan sepenuh hati akan mengasihi perintah-perintah-Nya juga. Hati yang disucikan akan selaras dengan perintah-perintah hukum Allah; karena mereka suci, adil, dan baik.

Allah Tidak Berubah

Tabiat Allah tidak berubah. Dia adalah Allah pencemburu yang sama hari ini seperti ketika Dia memberikan hukum-Nya di puncak Sinai dan menuliskannya dengan jari-Nya sendiri pada loh batu. Orang-orang yang menginjak-injak hukum TUHAN yang kudus boleh berkata, “Aku telah disucikan”; tetapi sungguh-sungguh disucikan, dan mengakui penyucian, adalah dua hal yang berbeda.

Kitab Perjanjian Baru tidak mengubah hukum Allah. Kekudusan hari Sabat dari hukum keempat sama kokohnya bertahan seperti takhta Yehovah. Yohanes menuliskan: “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah. Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa. Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia” (1 Yohanes 3:4-6). Kita bisa saja bertahan dalam penilaian yang sama seperti murid yang dikasihi itu mengaku tinggal di dalam Kristus, untuk disucikan, sementara hidup dalam pelanggaran akan hukum Allah. Dia telah berjumpa dengan golongan yang sama dengan yang harus kita temui. Dia berkata, “Anak-anakku, janganlah biarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar; barangsiapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari iblis, sebab iblis berbuat dosa dari mulanya. Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan iblis itu” (ayat 7, 8). Di sini rasul itu berbicara dalam istilah yang jelas, saat dia mempertimbangkan hal yang dituntut itu.

Rasul itu bernafaskan sebuah roh kasih. Tetapi ketika dia berhadapan dengan golongan yang melanggar hukum Allah dan namun mengaku bahwa mereka hidup tanpa dosa, dia tidak ragu-ragu untuk memperingatkan mereka akan penipuan mereka yang menakutkan. “Jika kita katakan bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan kita tidak melakukan kebenaran. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. Jika kita berkata, bahwa kita tidak berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita” (1 Yohanes 1:6-10).